!-- SiteSearch Google -->
Google
 

Sabtu, 29 Desember 2007

IDENTITAS PAKAR

IDENTITAS PAKAR

Identitas

Nama Bagus Priyo Purwanto, Dr.Ir., M.Agr.
Alamat Jl. Melati, Taman Cimanggu, Bogor
Telp 0251360 406
Faximile
Handphone
E-Mail
Tempat Lahir Ngawi

Tanggal Lahir 3/5/1960
Keahlian REPRODUKSI TERNAK
Keterangan Perencanaan dan pengembangan usaha sapi perah
Instansi
Nama FAK. PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR JURUSAN IPT
Alamat JL. AGATIS, KAMPUS IPB, DARMAGA, BOGOR 16680
Telp 0251628 379 :
Faximile
E-Mail
Bidang
PETERNAKAN
SubBidang
RUMINANSIA
Komoditas
SAPI PERAH



Pidato pengukuhan
Bioteknologi Reproduksi Serta Peranannya dalam Perbaikan Mutu Genetik dan Produktivitas Ternak 26 November 2005
Indonesia memiliki sumber plasma nutfah ternak terbaik seperti sapi bali dan sapi madura, yang berkualitas bagus, yaitu sedikit lemak dan kenyal.
Selain itu keunggulan sapi lokal adalah mampu beradaptasi dengan lingkungan iklim tropis dengan baik, yang menunjukkan performans pertumbuhan yang bagus dengan cekaman pakan kualitas rendah, ukuran tubuh relatif kecil sehingga sesuai dengan daya dukung lingkungan serta menunjukkan laju reproduksi yang sangat tinggi.

Demikian antara lain dikemukakan Prof. Dr. Sc. Ir. Suyadi MS, dalam pidato pengukuhan sebagai gurubesar dalam bidang bioteknologi Reproduksi Ternak pada Fakultas Peternakan, pada Rapat Terbuka Senat Universitas Brawijaya di gedung Widyaloka, Sabtu (26/11). Pada kesempatan itu, gurubesar ke-12 Fakultas Peternakan yang sekaligus gurubesar ke-115 Universitas Brawijaya ini membawakan orasi ilmiah berjudul “Bioteknologi Reproduksi Serta Peranannya dalam Perbaikan Mutu Genetik dan Produktivitas Ternak”.
Oleh karenanya dua hal yang harus dilakukan secara serius, menurut Prof. Suyadi, adalah melindungi plasma nutfah lokal yang mengalir secara berlebihan ke luar negeri dan melakukan program breeding (pemuliaan) untuk menghasilkan ternak unggul secara fenotipik dan genotipik.
Untuk melakukan proses peningkatkan nilai tambah bioproduk peternakan, dua peran strategis yang harus dilakukan dalam membentuk bibit unggul ternak, yaitu perbaikan mutu genetik dan perbaikan manajemen budaya peternakan. Kedua hal itu akan meningkatkan kemampuan produksi generasi mendatang, serta efisiensi usaha peternakan yang akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun pemerintah telah mengambil peran yang cukup signifikan bagi pengembangan dan aplikasi peternakan seperti membangun stasiun inseminasi buatan pada tahun 50-an, namun baru pada awal 90an pemerintah Indonesia memberikan respon lebih intensif lagi pada bidang peternakan, khususnya dalam bidang bioteknologi.
sumber: [nik] prasetya.brawijaya.ac.id



TNK203 Dasar Reproduksi Ternak, 2(2-0)
Pengertian dasar reproduksi ternak: latar belakang, peranan, harapan. Pengetahuan dasar reproduksi ternak: anatomi alat kelamin ternak jantan/betina, fisiologi reproduksi men-cakup proses pembentukan sel kelamin, pembuahan, kebuntingan, kelahiran.
M. Djuarsa Widjaja

TNK210 Pengetahuan Bahan Makanan Ternak, 3(2-3) P
Konsep tentang kualitas bahan makanan ternak, penggunaan dan pengujian kualitas bahan makanan secara praktis. Klasifikasi bahan makanan ternak sumber energi dan protein. Bahan makanan yang konvesional dan non-konvensional yang mungkin dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak.
Afrida Hendrawati, Anggraeni


TIP213 Dasar-dasar Mikrobiologi, 3(2-3)P
Sejarah Mikrobiologi; Tinjauan Dunia Mikrobe; Klasifikasi dan Penamaan Mikroorganisme. Morfologi dan Struktur Halus Bakteri; Kultivasi, Reproduksi, dan Pertumbuhan Bakteri. Fungi, Protozoa, Algae, dan Virus Bakterial. Metabolisme Mikroorganisme dan Genetika Mikrobe.
Dede Kardaya, Mulyana

TP225 Biokimia Umum, 3(2-3)P
Prasyarat: TIP122
Karbohidrat, protein, lemak, enzim, vitamin, metabolisme. Pertumbuhan, produk, fermentasi, pembusukan, energi hayati, fotosintesis, fiksasi nitrogen serta kaitan dan hubungan antara proses yang satu dengan proses yang lain.
Deden Sudrajat

TNK211 Nutrisi Ternak Dasar, 2(2-0)
Sejarah Ilmu Nutrisi, fungsi bahan makanan dan zat makanan, komposisi tubuh kimiawi, selera makan, proses pencernaan dan penyerapan, landasan biogenetika, metabolisme zat makanan, kebutuhan akan zat makanan dan teknik penentuannya, katabolisme puasa, utilisasi zat makanan hidup pokok dan untuk produksi (pertumbuhan, reproduksi, telur, air susu, wol, tenaga).
Afrida Hendrawati, Dede Kardaya

TNK220 Genetika Dasar, 2(2-0)
Pengetahuan dasar tentang sel pewarisan sifat, materi, khrojosom dan gen, pembelahan mitosis,miosis, distribusi acak dari dua buah gen atau lebih (chi-square), pengaruh ling­kungan terhadap penurunan sifat, pewarisan sex linked, linkage, interaksi gen, pewarisan warna rambut, sistem perkawinan dan seleksi, mekanisme seks, allele majemuk dan semu, perubahan struktur dalam khrojosom.
Jatmiko

TNK230 Dasar Fisiologi Ternak, 3(2-3)P
Fisiologi dasar tentang pencernaan makanan, metabolisme energi, fisiologi urat daging, respirasi, sirkulasi darah, metabolisme air, suhu tubuh, sistem syaraf dan sistem endokrin.
Abadi Soetisna, Dede Sudrajat

TNK206 Dasar Ternak Potong dan Kerja, 2(2-0)
Membahas sistem Zoology (taksonomi) ternak potong dan kerja, sejarah dan penyebaran ternak potong dan kerja, karakteristik bangsa-bangsa ternak potong dan kerja, kerangka tubuh, sistem fisiologi percernaan dan reproduksi, serta aspek produksi ternak potong dan kerja.

Hilman Permana, Elis Dihansih

TNK207 Dasar Ilmu Pemuliaan Ternak, 2(2-0)
Prasyarat: TNK220
Pengertian dasar spermatogenesis, oogenesis,gamet unbalanced, chrojosomal aberrations, abnormal chrojosome structure.
Jatmiko

TNK365 Dasar Teknologi Hasil Ternak, 3(2-3) P
Prinsip-prinsip cara menghasilkan produk ternak unggas (daging dan telur) yang berkualitas baik; uraian dasar tentang gizi, fisik dan histologik daging serta prose-proses yang terjadi selama perubahan bentuk otot menjadi daging; tehnik penangan-an daging dan sistem penentuan kualitas karkas dan telur; teknik-teknik pengolahan dan pengawetan daging dan telur pada tingkat produsen hasil ternak untuk siap diproses lebih lanjut maupun dipasarkan.
Elis Dihansih, Anggraeni

UND241 Dasar-dasar Pemrograman Komputer, 3(2-2)P
Piranti komputer; sistem operasi; bahasa pemrograman; pengenalan bahasa pemrograman BASIC: pernyataan masukan dan keluaran, pernyataan kendali, jajaran peubah, file data; pengenalan data base; penanganan data base dengan pemrograman dBase.

Ki Agus Abdul Aziz, Setyono, Deden Sudrajat


BDP390 Metode Ilmiah, 2(2-0)
Prasyarat: UND130
Realita, pengetahuan, dan kebenaran. Pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Deduksi dan induksi. Postulat, hipotesis, teori, hukum, dan aksioma. Filsafat, etika, dan tahapan metode (penelitian) ilmiah. Tulisan Ilmiah: ciri, bahan tulisan, kelompok sasaran; Teknik Penulisan Usulan/Hasil Penelitian: penyusunan abstrak, pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil, pembahasan, daftar pustaka, penyajian tabel dan gambar. Teknik Penyajian Hasil Penelitian : penulisan makalah, penyiapan alat peraga, penyampaian makalah.
Hans Anwarhan, Afrida Hendrawati

TNK204 Dasar Ternak Perah, 3(3-0)
Eksistensi usaha ternak perah: sejarah perkembangan, peternakan rakyat, peternakan komersial. Mengenal bangsa-bangsa dan karakteristik ternak perah. Perkembangan sifat-sifat, biologis, tujuan produksi, sistem produksi dan tata laksana umum ternak perah perah. Prospek usha peternakan ternak perah.
Hilman Permana, Dede Kardaya

TNK307 llmu Reproduksi Ternak, 2(2-0)
Prasyarat : TNK 203
Peranan ilmu reproduksi. Anatomi reproduksi ternak: organ reproduksi jantan dan betina. Fisiologi reproduksi: hormon-hormon reproduksi, proses fisiologi reproduksi, sel telur, sperma, pembuahan, embrio, kebuntingan, kelahiran, laktasi. Fertilitas, sterilisasi, sterilitas.
M. Djuarsa Widjaja
TNK310 Ilmu Nutrisi Ruminansia, 3(2-3)P
Prasyarat: TNK211
Peranan ruminansia dalam pemanfaatan sumberdaya pakan, alat pencernaan, fungsi rumen dalam hubungannya dengan produktivitas ternak, proses pencernaan, meta-bolisme zat-zat makanan; aspek nutrisi ruminansia dalam periode tumbuh, reproduksi, laktasi dan penggemukan; evaluasi pakan dan dasar-dasar formulasi ransum.
Dede Kardaya


TNK311 Ilmu Nutrisi Non-Ruminansia, 3(2-3)P
Prasyarat: TNK211
Proses pencernaan dan penyerapan zat makanan pada ternak nonruminansia, kebutuhan zat makanan, cara menyatakan dan menilai kandungan zat makanan pada suatu bahan dan ransum, nilai konservasi zat makanan dan ransum untuk setiap produk; pengelolaan bidang kerja makanan pada suatu usaha peternakan.
Deden Sudrajat

TNK320 Ilmu Pemuliaan Ternak, 2(2-0)
Prasyarat: TNK207
Pengertian genetika populasi, sistem pembiakan, inter aksi gen, mutasi gen, aksi gen aditif, gen dalam populasi, dasar-dasar seleksi dan sistem perkawinan.inbreeding,out breeding, menghitung kofisien inbreeding, heritalitas dan ripitabilitas.
Jatmiko
Terakhir diperbaharui ( Wednesday, 15 August 2007 )



http://www.unersitas-juanda.ac.id/

Jumat, 28 Desember 2007

bank sentral republik indonesia


  1. PROSPEK PEMELIHARAAN DOMBA - PERMASALAHAN
    Pendahuluan - Domba

    Prospek Mendirikan Proyek Kemitraan Terpadu Pemeliharaan Domba
    Sejak Pelita I, Pemerintah telah menyebarkan ternak kepada Petani kecil yang sampai pada tahun 1996 terdiri dari 469.700 kepala sapi, 36.327 kepala kerbau, 281.883 ekor kambing dan 52.629 kepala domba. Bantuan ternak dibiayai dengan dana APBN, APBD maupun bantuan dana luar negeri, misalnya bantuan dana size="2" face="verdana">Kebutuhan daging domba sebagai salah satu produk pertanian (subsektor peternakan), diduga masih perlu ditingkatkan terutama untuk mensubsitusi impor daging domba maupun daging sapi. Sejak semester kedua tahun 1997 impor sapi maupun daging sapi maupun daging sapi, dikurangi karena krisis ekonomi. Meskipun begitu, permintaan daging masih relatif tinggi dan mantap dengan harga yang menguntungkan para peternak lokal.


Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan setelah tahun 1995 mengembangkan proyek domba yang disebut Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Domba (SPAKU ternak Domba) di Sumatera Utara (Kab. Langkat) dan Jawa Barat (Kab. Garut). Proyek SPAKU ternak Domba diarahkan untuk mengembangkan sentra-sentra produksi yang berorientasi agrobisnis modern.

Pola penyebaran domba kepada kelompok peternak tradisional dilaksanakan oleh Dinas Peternakan melalui dua bentuk yaitu :


1. Gerbang rukan (Gerakan Pengembangan Rumah Kandang) dimana rumah dan kandang milik peternakan peserta kelompok berada dalam lahannya. Pola gerbang rukan adalah kelanjutan dari pola pemeliharaan domba secara tradisional. Tujuan dengan pola ini untuk meningkatkan jumlah ekor domba milik masing-masing peserta kelompok, supaya usaha domba menjadi usaha sampingan bersifat semikomersial.


2. Gerbang Anak Desa (Gerakan Pengembangan Areal Peternakan Pedesaan) adalah satu sistem pemeliharaan ternak domba dalam kandang milik peternak anggota kelompok yang letaknya terpisah dari pemukiman/perumahan peserta kelompok. Oleh karena itu diperlukan lahan khusus untuk pemeliharaan domba. Biasanya dipergunakan tanah/fasilitas umum atau tanah milik desa yang dibangun untuk usaha peternakan domba secara bersama-sama. Tujuan dengan pola gerbang anak desa adalah pendekatan agribisnis, yaitu mengembangkan usaha ternak domba modern yang memanfaatkan tenaga kerja maupun sarana produksi serta teknologi pemeliharaan domba adaan induk dan pejantan domba maupun sarana produksi lainnya, seperti bahan bangunan kandang, konsentrat, obat-obatan, memasarkan hasil produksi domba oleh mitra usahanya serta mengadministrasi kredit untuk mengembangkan usaha domba milik anggota kelompok peserta proyek kemitraan terpadu. Dalam hal ini koperasi akan bekerjasama dengan instansi lainnya, misalnya para pedagang domba, Dinas Peternakan, rumah potong hewan (RPH).


Proyek ini akan melibatkan ketiga pelaku yaitu koperasi primer, para peternak domba anggota koperasi dan bank pemberi kredit KKPA dalam satu sistem manajemen proyek pemeliharaan domba yang terpadu dimana masing-masing pihak diberikan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang dituangkan dalam Nota Kesepakatan terlampir sebagai Lampiran III.

Permasalahan
Sebagian besar penduduk pedesaan bermata pencaharian sebagai petani, baik petani pemilik tanah, penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Berdasarkan tipologi wilayah usaha tani, lahan tani dapat dibagi dua jenis pokok, yaitu lahan yang beririgasi dan lahan kering. Usaha tani yang memliki lahan irigasi menerima pendapatan relatif tinggi dan pasti dibandingkan dengan usaha tani yang memanfaatkan lahan kering.


Rata-rata petani lahan kering memperoleh pendapatan di bawah satu juta rupiah per tahun. Lahan kering cocok untuk usaha ternak baik sapi maupun domba pada umumnya merupakan daerah perbukitan yang terletak di atas 600 meter di atas permukaan laut. Di daerah ini tanah biasanya subur, beriklim sedang (15 s.d. 28OC) dengan curah hujan di atas 2.000 mm per tahun. Namun demikian karena padatnya penduduk, kondisi tanah tersebut sering mengalami erosi karena penggunaan lahan semakin intensif dan kurang memperhatikan kaidah-kaidah usaha tani konservasi.


Ternak domba dan sapi mempunyai kontribusi yang sangat berarti dalam sistem usaha tani di lahan kering, karena ternak mempunyai fungsi ganda, yaitu memberikan nilai tambah dalam pendapatan petani dan dapat meningkatkan produktivitas tanah melalui penggunaan pupuk kandang. Di beberapa daerah lahan kering, usaha peternak domba agak lebih mudah dilaksanakan dengan jumlah biaya lebih rendah, dibandingkan dengan usaha peternakan sapi. Meskipun demikian usaha peternakan domba dilakukan oleh para petani sebagai usaha sampingan dengan teknik pemeliharaan yang bersifat tradisional, lebih banyak diarahkan untuk menghasilkan domba tangkas (aduan) yang konsumennya relatif sedikit. Di ln pihak permintaan daging domba terus meningkat, sehingga dikhawatirkan populasi domba unggulan di Indonesia terkuras apabila tidak ada usaha untuk melestarikannya.


Berdasarkan pertimbangan di atas maka pola pengelolaan usaha domba perlu dikembangkan dari pola tradisional ke pola agribisnis dimana satu kelompok petani bersama koperasinya melaksanakan usaha pemeliharaan domba skala menengah di mana populasi domba per peternak naik rata-rata 3-5 kepala induk sampai 24 kepala domba betina per unit usaha. Kandang dapat dibangun di satu kawasan untuk para peternak yang akan melaksanakan usaha pemeliharaan domba induk dan tersebar untuk para peternak yang akan melaksanakan penggemukan domba dengan dua siklus penggemukan setahun.


Karena populasi domba masih relatif rendah salah satu kegiatan proyek yang diusulkan dalam Model KPKT ini diutamakan untuk memperbesar populasi domba, supaya sasaran jumlah ekor domba per peternak dapat dipenuhi.

strategi pemuliaan

© 2003 Jerry Fred Salamena Posted 13 May 2003
Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Mei 2003
Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng
: Dr.Bambang Purwantara


STRATEGI PEMULIAAN TERNAK DOMBA PEDAGING DI INDONESIA



Oleh:


Jerry Fred Salamena
D 061 020 121 / PTK
jerrysalamena@yahoo.com



Pendahuluan


Ternak lokal atau asli Indonesia merupakan salah satu kekayaan nasional yang tidak kecil artinya, baik dilihat dari segi sumber pendapatan, sumber protein hewani yang murah dan mudah, maupun sebagai sumber tenaga kerja. Banyak diantara ternak lokal atau asli Indonesia yang perkembangannya tidak terlalu menggembirakan, bahkan bila tidak segera ditangani dikhawatirkan mengalami kepunahan. Upaya untuk mempertahankan kelestarian dan kemurnian ternak asli perlu ditangani, karena dalam jenis ternak asli mungkin terkandung gen-gen yang belum tentu dimiliki oleh jenis-jenis ternak impor.
Salah satu di antara plasma nutfah hewani yang perlu dipertahankan eksistensinya adalah ternak domba. Disamping sebagai penghasil daging, kulit, susu, wol, dapat juga dipakai sebagai bahan penelitian atau sebagai bahan rakitan untuk menciptakan kultivar-kultivar (bangsa-bangsa) unggul baru. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan rumusan kebijaksanaan dan program yang dapat mendorong partisipasi masyarakat yang terlibat dalam pembangunan peternakan baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan memperhatikan kendala yang dihadapi.

Asal Usul Ternak Domba

Domba yang kini dipelihara mempunyai taksonomi sebagai berikut (Piper dan Ruvinsky, 1997) :
Famili : Bovidae
Sub-famili : Caprinae
Genera : Ovis
Grup : Tipe ekor, tipe penutup tubuh.

Pada awal sebelum terjadinya proses domestikasi, domba masih hidup liar di pegunungan. Perburuan hanya dilakukan untuk mendapatkan daging guna pemenuhan hidup sesaat. Pemeliharaan ternak dimulai ketika manusia merasa perlu mempunyai cadangan daging setiap saat diperlukan, sehingga dimulailah pemeliharaan ternak domba yang merupakan awal dari proses domestikasi. Bangsa domba yang dipelihara sekarang ini adalah domba tipe perah, pedaging, dan penghasil wol.
Tidak diketahui secara pasti, kapan domba mulai dipelihara di Indonesia, akan tetapi dengan adanya relief domba di Candi Borobudur (circa 800 SM), menandakan bahwa domba sudah dikenal masyarakat sekitarnya pada saat itu (Ryder, 1983). Domba yang sekarang menyebar di seluruh dunia ini sesungguhnya berasal dari daerah pegunungan Asia Tengah, dimana sebagian menyebar ke arah Barat dan Selatan sehingga dikenal sebagai kelompok urial dan yang lainnya menyebar ke Timur dan Utara yang dikenal sebagai kelompok argali. Terdapat tiga macam domba berdasarkan asalnya (bagian Barat dan Selatan Asia), yaitu Ovis musimon, Ovis ammon, dan Ovis orientalis. Sebelum terjadinya pemisahan daratan antara kepulauan Indonesia dan jazirah Melayu, maka domba yang ada di kawasan tersebut boleh jadi menyebar dari kawasan Asia Tengah (sekarang daerah Tibet, Mongolia), kemudian ke daerah Kamboja, Thailand, Malaysia dan kawasan Barat Indonesia seperti Sumatera yang pada saat itu masih bersatu dengan Malaysia. Hal tersebut terbukti dari jenis domba yang dijumpai di kawasan tersebut adalah dari jenis ekor tipis dengan penutup tubuh berupa rambut.
Pada masa kolonial Belanda, berbagai importasi ternak dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, diantaranya adalah kambing dan domba, terutama ke pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan pada saat itu dan Sumatera Barat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas domba lokal yang ada (Merkens dan Soemirat, 1926). Selain itu, kedatangan pedagang Arab ke Wilayah Nusantara memberikan kontribusi pada keragaman jenis ternak domba yang ada, yaitu dengan membawa domba ekor gemuk ke propinsi Sulawesi Selatan dan Pulau Madura. Demikian pula setelah masa kemerdekaan, dapat dilihat dari banyaknya importasi jenis domba pada masa Orde Baru dengan tujuan utama meningkatkan produktivitas ternak domba lokal. Bisa disebut antara lain domba yang berasal dari daerah bermusim empat seperti Merino, Suffolk, Dorset, Texel (Natasasmita dkk., 1979), maupun domba dari daerah tropis dengan penutup tubuh berupa rambut, seperti domba St. Croix dan Barbados Blackbelly (Subandryo dkk., 1998).

Keanekaragaman Jenis Domba Indonesia

Domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara, dan Eropa samapai ke Afrika. Di Indonesia, domba terkelompok menjadi (1) domba ekor tipis (Javanese thin tailed), (2) domba ekor gemuk (Javanese fat tailed), dan (3) domba Priangan atau dikenal juga sebagai domba garut. Secara umum ketiga jenis domba tersebut dibedakan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Domba ekor tipis. Domba ini merupakan domba yang banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini termasuk golongan domba kecil, dengan berat potong sekitar 20 – 30 kg. Warna bulu putih dan biasanya memiliki bercak hitam di sekeliling matanya. Ekornya tidak menunjukkan adanya desposisi lemak. Domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina biasanya tidak bertanduk. Bulunya berupa wol yang kasar.

Domba ekor gemuk. Domba ini banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa Tenggara. Di Sulawesi Selatan dikenal sebagai domba Donggala. Tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil tidak berlemak. Warna bulu putih, tidak bertanduk. Bulu wolnya kasar. Domba ini dikenal sebagai domba yang tahan terhadap panas dan kering. Domba ini diduga berasal dari Asia Barat Daya yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Pada sekitar tahun 1731 sampai 1779 pemerintah Hindia Belanda telah mengimpor domba Kirmani, yaitu domba ekor gemuk dari Persia. Apakah domba ekor gemuk merupakan keturunan dari domba-domba ini, belum diketahui. Bentuk tubuh domba ekor gemuk lebih besar dari pada domba ekor tipis. Domba ini merupakan domba tipe pedaging, berat jantan dewasa antara 40 – 60 kg, sedangkan berat badan betina dewasa 25 – 35 kg. Tinggi badan pada jantan dewasa antara 60 – 65 cm, sedangkan pada betina dewasa 52 – 60 cm.

Domba Priangan. Terdapat di Priangan, yaitu di Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya. Domba ini dipelihara khusus untuk diadu. Domba priangan bertubuh besar, dahi konveks, tanduk yang jantan besar dan kuat, melingkar seperti spiral. Domba ini diduga diciptakan dari persilangan antara domba Merino dan domba Cape dengan domba lokal sekitar tahun 1864. Namun sekarang sudah tidak ada bekas-bekas dari karakteristik wol domba Merino. Pada domba Priangan, kadang-kadang dijumpai adanya domba tanpa daun telinga. Domba ini sudah terkenal sebagai salah satu domba yang mempunyai angka reproduktivitas tinggi di dunia.

Permasalahan Yang Dihadapi

Beberapa faktor penyebab kepunahan ternak antara lain :
1. Pengrusakan habitat dalam bentuk mengurangi/memusnahkan sumber pakan, perubahan fungsi habitat alaminya.
2. Eksploitasi yang berlebihan dalam bentuk pemotongan/pengeluaran ternak yang tidak terkendali.
3. Introduksi jenis asing dalam bentuk persilangan antar bangsa yang berbeda tanpa adanya pengendalian, sehingga terjadi erosi sumberdaya genetik ternak.
Ternak domba saat ini telah memiliki pangsa pasar tersendiri, dan permintaan di dalam negeri masih dapat dicukupi oleh produk domestik. Akan tetapi peluang ekspor ke kawasan Asean atau Timur Tengah masih terbuka, dan kemungkinan terjadinya lonjakan permintaan untuk keperluan qur’ban juga sangat besar. Di lain pihak peluang ini juga mendapat ancaman dari serbuan produk dari negara tetangga, maupun kemungkinan “banjir” daging beku dari kawasan bebas penyakit berbahaya. Oleh karena itu perlu terus diupayakan untuk meningkatkan daya saing produk domba, antara lain dengan memperbaiki mutu genetik ternak lokal.
Langkah ini juga harus memperhatikan kondisi peternak kecil yang saat ini mendominasi usaha breeding dan penggemukan domba. Sebagaian besar peternak masih mengandalkan keramahan alam dan lingkungan, sehingga usahanya masih jauh dari sentuhan teknologi. Secara alami beberapa galur lokal mempunyai keistimewaan dalam hal tingkat reproduksi (beranak 3 kali dalam 2 tahun; litter size besar), daya tahan terhadap serangan cacing, serta mempunyai kualitas kulit dan karkas yang memadai. Konsumen, dalam hal ini jagal atau penjual sate, menginginkan ternak dengan ukuran dan kualitas tertentu (kecil, gemuk dengan marbling cukup dan berdaging empuk), dan di setiap daerah ada sedikit perbedaan preferensi (Kombit TN, 2002).
Di samping itu dalam pengelolaan sumberdaya genetik (SDG) ternak, khususnya upaya meningkatkan mutu genetik melalui seleksi maupun persilangan terdapat beberapa masalah yang dihadapi, yaitu :
1. Belum adanya program breeding yang jelas.
2. Kegiatan IB diduga telah mengakibatkan peningkatan inbreeding karena penggunaan pejantan dalam kurun waktu yang lama.
3. Perda atau kebijakan yang dijalankan di beberapa daerah sumber bibit, dikhawatirkan telah mengakibatkan terjadinya seleksi negatif (ternak yang mempunyai ukuran besar terjual yang sisa hanya yang ukuran kecil).

Kebijakan Konservasi dan Strategi Pemuliaan

Semula konservasi hewan hanya diartikan sebagai upaya pelestarian hewan liar, dan hanya ditangani oleh Departemen Kehutanan karena habitat hewan yang akan dikonservasi berada di hutan. Namun dalam perkembangan selanjutnya, konservasi dikaitkan dengan ekosistem dan upaya-upaya mempertahankan keberadaan hewan dan ternak yang ada. Kebijaksanaan pemerintah yang berlandaskan pada konsep-konsep konservasi, yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan adalah : (1) adanya kebijakan pewilayahan ternak, dan (2) telah diaturnya teknik pelestarian ternak rakyat melalui metode pola PIR. Program pewilayahan ternak berfungsi untuk relokasi dan penyebaran ternak sehingga mencegah terjadinya penghancuran materi genetik. Pembagian wilayah dibagi atas wilayah sumber bibit, wilayah produksi, dan wilayah konservasi.

A. Kebijakan Perwilayahan Ternak

Wilayah Sumber Bibit
Wilayah sumber bibit merupakan wilayah pengembangan ternak domba secara murni. Pada wilayah sumber bibit dilakukan pelestarian secara in-situ dengan menutup wilayah tersebut terhadap pemasukan bangsa domba lain maupun bangsa yang sama dari wilayah lain. Pelestarian ex-situ dapat dilakukan dengan menetapkan pulau atau wilayah tertentu diluar habitat aslinya menjadi sumber bibit bangsa murni.
Upaya perbaikan mutu genetik untuk peningkatan produktivitas domba dilakukan melalui program seleksi dalam bangsa. Dalam upaya mempertahankan mutu genetik di berbagai daerah sumber bibit perlu dilakukan :
a. Perhitungan secara tepat jumlah serta mutu bibit yang dapat dikeluarkan, seimbang dengan jumlah mutu bibit yang perlu dipertahankan sebagai ternak pengganti.
b. Penentuan standart mutu bibit lokal maupun nasional yang sesuai dengan karakteristik bangsa domba lokal dengan melibatkan asosiasi-asosiasi peternakan rakyat.
c. Pelestarian dengan teknologi mutakhir, misalnya dengan pengawetan semen dan embrio melalui proses pembekuan dan penyimpanannya pada bank plasma nutfah, didukung oleh program inseminasi buatan (IB) dan embrio transfer (ET) yang terencana dan dianggap layak, merupakan kemungkinan lain yang perlu mendapat perhatian pemerintah dan swasta.

Wilayah Produksi
Wilayah produksi berfungsi sebagai wilayah pengembangbiakan untuk tujuan komersil, yang memungkinkan menggunakan teknik-teknik perkawinan silang dan penggemukan. Persilangan (Crossbreeding) merupakan salah satu cara untuk peningkatan mutu genetik domba yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas. Usaha “ranch” dan penggemukan dapat dilakukan terhadap bangsa murni maupun hasil persilangan. Umumnya usaha penggemukan menguntungkan bila didukung oleh kebijaksanaan harga bibit yang menarik.

Wilayah Konservasi
Wilayah konservasi hanya dibutuhkan untuk menangkarkan bangsa domba asli yang masih ada atau mengembangbiakan hasil dari wilayah sumber bibit.

B. Pelestarian Ternak Dengan Pola PIR

Melalui pola PIR, diharapkan program seleksi dapat dijalankan dengan penegndalian pada pemilikan pejantan unggul, yaitu dengan penggunaan Uji Performa dan Uji Zuriat. Untuk pemilikan induk ditekankan pada kemurniaan bangsanya dan performa reproduksinya. Konsep pelestarian domba lokal dengan pola PIR dapat dijelaskan melalui bagan Gambar 1.




PEJANTAN UNGGUL
SEMEN BEKU
SAPIHAN
PILIHAN
UJI
PERFORMAN
KANDIDAT
PEJANTAN
UJI
<


© 2003 Jerry Fred Salamena Posted 13 May 2003
Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Mei 2003
Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng
: Dr.Bambang Purwantara


STRATEGI PEMULIAAN TERNAK DOMBA PEDAGING DI INDONESIA



Oleh:


Jerry Fred Salamena
D 061 020 121 / PTK
jerrysalamena@yahoo.com



Pendahuluan


Ternak lokal atau asli Indonesia merupakan salah satu kekayaan nasional yang tidak kecil artinya, baik dilihat dari segi sumber pendapatan, sumber protein hewani yang murah dan mudah, maupun sebagai sumber tenaga kerja. Banyak diantara ternak lokal atau asli Indonesia yang perkembangannya tidak terlalu menggembirakan, bahkan bila tidak segera ditangani dikhawatirkan mengalami kepunahan. Upaya untuk mempertahankan kelestarian dan kemurnian ternak asli perlu ditangani, karena dalam jenis ternak asli mungkin terkandung gen-gen yang belum tentu dimiliki oleh jenis-jenis ternak impor.
Salah satu di antara plasma nutfah hewani yang perlu dipertahankan eksistensinya adalah ternak domba. Disamping sebagai penghasil daging, kulit, susu, wol, dapat juga dipakai sebagai bahan penelitian atau sebagai bahan rakitan untuk menciptakan kultivar-kultivar (bangsa-bangsa) unggul baru. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan rumusan kebijaksanaan dan program yang dapat mendorong partisipasi masyarakat yang terlibat dalam pembangunan peternakan baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan memperhatikan kendala yang dihadapi.

Asal Usul Ternak Domba

Domba yang kini dipelihara mempunyai taksonomi sebagai berikut (Piper dan Ruvinsky, 1997) :
Famili : Bovidae
Sub-famili : Caprinae
Genera : Ovis
Grup : Tipe ekor, tipe penutup tubuh.

Pada awal sebelum terjadinya proses domestikasi, domba masih hidup liar di pegunungan. Perburuan hanya dilakukan untuk mendapatkan daging guna pemenuhan hidup sesaat. Pemeliharaan ternak dimulai ketika manusia merasa perlu mempunyai cadangan daging setiap saat diperlukan, sehingga dimulailah pemeliharaan ternak domba yang merupakan awal dari proses domestikasi. Bangsa domba yang dipelihara sekarang ini adalah domba tipe perah, pedaging, dan penghasil wol.
Tidak diketahui secara pasti, kapan domba mulai dipelihara di Indonesia, akan tetapi dengan adanya relief domba di Candi Borobudur (circa 800 SM), menandakan bahwa domba sudah dikenal masyarakat sekitarnya pada saat itu (Ryder, 1983). Domba yang sekarang menyebar di seluruh dunia ini sesungguhnya berasal dari daerah pegunungan Asia Tengah, dimana sebagian menyebar ke arah Barat dan Selatan sehingga dikenal sebagai kelompok urial dan yang lainnya menyebar ke Timur dan Utara yang dikenal sebagai kelompok argali. Terdapat tiga macam domba berdasarkan asalnya (bagian Barat dan Selatan Asia), yaitu Ovis musimon, Ovis ammon, dan Ovis orientalis. Sebelum terjadinya pemisahan daratan antara kepulauan Indonesia dan jazirah Melayu, maka domba yang ada di kawasan tersebut boleh jadi menyebar dari kawasan Asia Tengah (sekarang daerah Tibet, Mongolia), kemudian ke daerah Kamboja, Thailand, Malaysia dan kawasan Barat Indonesia seperti Sumatera yang pada saat itu masih bersatu dengan Malaysia. Hal tersebut terbukti dari jenis domba yang dijumpai di kawasan tersebut adalah dari jenis ekor tipis dengan penutup tubuh berupa rambut.
Pada masa kolonial Belanda, berbagai importasi ternak dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, diantaranya adalah kambing dan domba, terutama ke pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan pada saat itu dan Sumatera Barat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas domba lokal yang ada (Merkens dan Soemirat, 1926). Selain itu, kedatangan pedagang Arab ke Wilayah Nusantara memberikan kontribusi pada keragaman jenis ternak domba yang ada, yaitu dengan membawa domba ekor gemuk ke propinsi Sulawesi Selatan dan Pulau Madura. Demikian pula setelah masa kemerdekaan, dapat dilihat dari banyaknya importasi jenis domba pada masa Orde Baru dengan tujuan utama meningkatkan produktivitas ternak domba lokal. Bisa disebut antara lain domba yang berasal dari daerah bermusim empat seperti Merino, Suffolk, Dorset, Texel (Natasasmita dkk., 1979), maupun domba dari daerah tropis dengan penutup tubuh berupa rambut, seperti domba St. Croix dan Barbados Blackbelly (Subandryo dkk., 1998).

Keanekaragaman Jenis Domba Indonesia

Domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara, dan Eropa samapai ke Afrika. Di Indonesia, domba terkelompok menjadi (1) domba ekor tipis (Javanese thin tailed), (2) domba ekor gemuk (Javanese fat tailed), dan (3) domba Priangan atau dikenal juga sebagai domba garut. Secara umum ketiga jenis domba tersebut dibedakan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Domba ekor tipis. Domba ini merupakan domba yang banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini termasuk golongan domba kecil, dengan berat potong sekitar 20 – 30 kg. Warna bulu putih dan biasanya memiliki bercak hitam di sekeliling matanya. Ekornya tidak menunjukkan adanya desposisi lemak. Domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina biasanya tidak bertanduk. Bulunya berupa wol yang kasar.

Domba ekor gemuk. Domba ini banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa Tenggara. Di Sulawesi Selatan dikenal sebagai domba Donggala. Tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil tidak berlemak. Warna bulu putih, tidak bertanduk. Bulu wolnya kasar. Domba ini dikenal sebagai domba yang tahan terhadap panas dan kering. Domba ini diduga berasal dari Asia Barat Daya yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Pada sekitar tahun 1731 sampai 1779 pemerintah Hindia Belanda telah mengimpor domba Kirmani, yaitu domba ekor gemuk dari Persia. Apakah domba ekor gemuk merupakan keturunan dari domba-domba ini, belum diketahui. Bentuk tubuh domba ekor gemuk lebih besar dari pada domba ekor tipis. Domba ini merupakan domba tipe pedaging, berat jantan dewasa antara 40 – 60 kg, sedangkan berat badan betina dewasa 25 – 35 kg. Tinggi badan pada jantan dewasa antara 60 – 65 cm, sedangkan pada betina dewasa 52 – 60 cm.

Domba Priangan. Terdapat di Priangan, yaitu di Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya. Domba ini dipelihara khusus untuk diadu. Domba priangan bertubuh besar, dahi konveks, tanduk yang jantan besar dan kuat, melingkar seperti spiral. Domba ini diduga diciptakan dari persilangan antara domba Merino dan domba Cape dengan domba lokal sekitar tahun 1864. Namun sekarang sudah tidak ada bekas-bekas dari karakteristik wol domba Merino. Pada domba Priangan, kadang-kadang dijumpai adanya domba tanpa daun telinga. Domba ini sudah terkenal sebagai salah satu domba yang mempunyai angka reproduktivitas tinggi di dunia.

Permasalahan Yang Dihadapi

Beberapa faktor penyebab kepunahan ternak antara lain :
1. Pengrusakan habitat dalam bentuk mengurangi/memusnahkan sumber pakan, perubahan fungsi habitat alaminya.
2. Eksploitasi yang berlebihan dalam bentuk pemotongan/pengeluaran ternak yang tidak terkendali.
3. Introduksi jenis asing dalam bentuk persilangan antar bangsa yang berbeda tanpa adanya pengendalian, sehingga terjadi erosi sumberdaya genetik ternak.
Ternak domba saat ini telah memiliki pangsa pasar tersendiri, dan permintaan di dalam negeri masih dapat dicukupi oleh produk domestik. Akan tetapi peluang ekspor ke kawasan Asean atau Timur Tengah masih terbuka, dan kemungkinan terjadinya lonjakan permintaan untuk keperluan qur’ban juga sangat besar. Di lain pihak peluang ini juga mendapat ancaman dari serbuan produk dari negara tetangga, maupun kemungkinan “banjir” daging beku dari kawasan bebas penyakit berbahaya. Oleh karena itu perlu terus diupayakan untuk meningkatkan daya saing produk domba, antara lain dengan memperbaiki mutu genetik ternak lokal.
Langkah ini juga harus memperhatikan kondisi peternak kecil yang saat ini mendominasi usaha breeding dan penggemukan domba. Sebagaian besar peternak masih mengandalkan keramahan alam dan lingkungan, sehingga usahanya masih jauh dari sentuhan teknologi. Secara alami beberapa galur lokal mempunyai keistimewaan dalam hal tingkat reproduksi (beranak 3 kali dalam 2 tahun; litter size besar), daya tahan terhadap serangan cacing, serta mempunyai kualitas kulit dan karkas yang memadai. Konsumen, dalam hal ini jagal atau penjual sate, menginginkan ternak dengan ukuran dan kualitas tertentu (kecil, gemuk dengan marbling cukup dan berdaging empuk), dan di setiap daerah ada sedikit perbedaan preferensi (Kombit TN, 2002).
Di samping itu dalam pengelolaan sumberdaya genetik (SDG) ternak, khususnya upaya meningkatkan mutu genetik melalui seleksi maupun persilangan terdapat beberapa masalah yang dihadapi, yaitu :
1. Belum adanya program breeding yang jelas.
2. Kegiatan IB diduga telah mengakibatkan peningkatan inbreeding karena penggunaan pejantan dalam kurun waktu yang lama.
3. Perda atau kebijakan yang dijalankan di beberapa daerah sumber bibit, dikhawatirkan telah mengakibatkan terjadinya seleksi negatif (ternak yang mempunyai ukuran besar terjual yang sisa hanya yang ukuran kecil).

Kebijakan Konservasi dan Strategi Pemuliaan

Semula konservasi hewan hanya diartikan sebagai upaya pelestarian hewan liar, dan hanya ditangani oleh Departemen Kehutanan karena habitat hewan yang akan dikonservasi berada di hutan. Namun dalam perkembangan selanjutnya, konservasi dikaitkan dengan ekosistem dan upaya-upaya mempertahankan keberadaan hewan dan ternak yang ada. Kebijaksanaan pemerintah yang berlandaskan pada konsep-konsep konservasi, yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan adalah : (1) adanya kebijakan pewilayahan ternak, dan (2) telah diaturnya teknik pelestarian ternak rakyat melalui metode pola PIR. Program pewilayahan ternak berfungsi untuk relokasi dan penyebaran ternak sehingga mencegah terjadinya penghancuran materi genetik. Pembagian wilayah dibagi atas wilayah sumber bibit, wilayah produksi, dan wilayah konservasi.

A. Kebijakan Perwilayahan Ternak

Wilayah Sumber Bibit
Wilayah sumber bibit merupakan wilayah pengembangan ternak domba secara murni. Pada wilayah sumber bibit dilakukan pelestarian secara in-situ dengan menutup wilayah tersebut terhadap pemasukan bangsa domba lain maupun bangsa yang sama dari wilayah lain. Pelestarian ex-situ dapat dilakukan dengan menetapkan pulau atau wilayah tertentu diluar habitat aslinya menjadi sumber bibit bangsa murni.
Upaya perbaikan mutu genetik untuk peningkatan produktivitas domba dilakukan melalui program seleksi dalam bangsa. Dalam upaya mempertahankan mutu genetik di berbagai daerah sumber bibit perlu dilakukan :
a. Perhitungan secara tepat jumlah serta mutu bibit yang dapat dikeluarkan, seimbang dengan jumlah mutu bibit yang perlu dipertahankan sebagai ternak pengganti.
b. Penentuan standart mutu bibit lokal maupun nasional yang sesuai dengan karakteristik bangsa domba lokal dengan melibatkan asosiasi-asosiasi peternakan rakyat.
c. Pelestarian dengan teknologi mutakhir, misalnya dengan pengawetan semen dan embrio melalui proses pembekuan dan penyimpanannya pada bank plasma nutfah, didukung oleh program inseminasi buatan (IB) dan embrio transfer (ET) yang terencana dan dianggap layak, merupakan kemungkinan lain yang perlu mendapat perhatian pemerintah dan swasta.

Wilayah Produksi
Wilayah produksi berfungsi sebagai wilayah pengembangbiakan untuk tujuan komersil, yang memungkinkan menggunakan teknik-teknik perkawinan silang dan penggemukan. Persilangan (Crossbreeding) merupakan salah satu cara untuk peningkatan mutu genetik domba yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas. Usaha “ranch” dan penggemukan dapat dilakukan terhadap bangsa murni maupun hasil persilangan. Umumnya usaha penggemukan menguntungkan bila didukung oleh kebijaksanaan harga bibit yang menarik.

Wilayah Konservasi
Wilayah konservasi hanya dibutuhkan untuk menangkarkan bangsa domba asli yang masih ada atau mengembangbiakan hasil dari wilayah sumber bibit.

B. Pelestarian Ternak Dengan Pola PIR

Melalui pola PIR, diharapkan program seleksi dapat dijalankan dengan penegndalian pada pemilikan pejantan unggul, yaitu dengan penggunaan Uji Performa dan Uji Zuriat. Untuk pemilikan induk ditekankan pada kemurniaan bangsanya dan performa reproduksinya. Konsep pelestarian domba lokal dengan pola PIR dapat dijelaskan melalui bagan Gambar 1.




PEJANTAN UNGGUL
SEMEN BEKU
SAPIHAN
PILIHAN
UJI
PERFORMAN
KANDIDAT
PEJANTAN
UJI
<

budidaya ternak domba

TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal.
1/ 2 Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id

BUDIDAYA TERNAK DOMBA
  1. 1. KELUARAN

Ternak domba berproduksi optimal

  1. 2. PEDOMAN TEKNIS

1) Jenis domba asli di Indonesia adalah domba ekor tipis, Domba ekor gemuk dan Domba garut

  1. 2) Memilih bibit a. Pemilihan bibit, umur Domba > 12 bulan (2 buah gigi seri tetap), dengan tubuh baik, bebas cacat tubuh, puting dua buah dan berat badan > 20 kg, keturunan dari ternak yang beranak kembar. b. Calon pejantan, umur > 1 1/2 tahun (2 gigi seri tetap), keturunan domba beranak kembar, tidak cacat, skrotum symetris dan relatif besar, sehat dan konfirmasi tubuh seimbang.
  2. 3) Pakan

Ternak domba menyukai macam-macam daun-daunan sebagai pakan dasar dan pakan tambahan (konsentrat). b. Pakan tambahan dapat disusun (bungkil kalapa, bungkil kedelai), dedak, tepung ikan ditambah mineral dan vitamin. c. Pakan dasar umumnya adalah rumput kayangan, daun lamtoro, gamal, daun nangka, dsb. d. Pemberian hijauan sebaiknya mencapai 3 % berat badan (dasar bahan kering) atau 10 - 15 % berat badan (dasar bahan segar)

4) Pemberian pakan induk Selain campuran hijauan, pakan tambahan perlu diberikan saat bunting tua dan baru melahirkan, sekitar 1 1/2 % berat badan dengan kandungan protein 16 %.

5) Kandang Pada prinsipnya bentuk, bahan dan konstruksi kandang kambing berukuran 1 1/2 m2 untuk induk secara individu. Pejantan dipisahkan dengan ukuran kandang 2 m2, sedang anak lepas sapih disatukan (umur 3 bulan) dengan ukuran 1 m / ekor. Tinggi penyekat 1 1/2 - 2 X tinggi ternak.

6) Pencegahan penyakit : sebelum dikandangkan, domba harus dibebaskan dari parasit internal dengan pemberian obat cacing, dan parasit eksternal dengan dimandikan.